<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d11637458\x26blogName\x3dGreen+Visions\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLACK\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://greenvisions.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://greenvisions.blogspot.com/\x26vt\x3d-8785138192905160848', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Tuesday, September 20, 2005

Pemerintah Diminta Menaikkan Bea Masuk Beras Impor

Kompas Online: 19 Mei 2003

Untuk melindungi petani dari anjloknya harga gabah, pemerintah diminta menaikkan bea masuk beras impor hingga Rp 900 per kilogram dari bea masuk semula Rp 430 per kilogram. Naiknya bea masuk ini diharapkan mampu menghambat masuknya beras impor ke Indonesia yang berdampak anjloknya harga beras produksi petani Indonesia.

"Dengan naiknya bea masuk, produsen beras di Indonesia akan semangat menanam padi karena harga jual gabah naik sehingga memberi keuntungan. Selama ini, orang malas menanam padi karena hasilnya tidak sebanding dengan kerja dan dana yang mereka keluarkan," kata Gatot Ajisutopo, Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Jawa Tengah, Sabtu (17/5) di Semarang.

Bea masuk murah yang selama ini diberlakukan, menurut Gatot, hanya menguntungkan negara-negara yang surplus beras, seperti Thailand dan Vietnam. "Mereka memperoleh kesempatan melempar beras ke Indonesia setelah pasar domestik mereka jenuh," ujar Gatot.
Gatot menjelaskan, bea masuk beras impor harus dinaikkan karena produksi beras secara nasional melebihi kebutuhan. Dengan kata lain, Indonesia sebenarnya tergolong surplus beras sehingga tidak membutuhkan beras impor.

Provinsi-provinsi di Indonesia seperti Jateng, Jawa Timur, Bali, dan Sumatera Utara, menurut Gatot, sangat dirugikan dengan diberlakukannya bea masuk yang murah. "Provinsi- provinsi itu adalah penghasil beras di atas kebutuhan penduduk mereka. Membanjirnya beras impor akibat bea masuk yang rendah menyebabkan surplus beras dari Jateng, misalnya, tak terjual di provinsi yang kekurangan beras," ujar Gatot.

Setiap tahun, Jateng menghasilkan 8 juta ton lebih gabah kering giling (GKG), sedangkan kebutuhan masyarakat sekitar tujuh juta ton per tahun. Dengan demikian, dalam satu tahun, Jateng surplus sekitar satu juta ton lebih GKG. (Kompas, 19/4)

Rekayasa

Impor beras yang selalu dilakukan Indonesia setiap tahun, menurut Gatot, tidak bisa dilepaskan dari kemungkinan adanya rekayasa kebutuhan beras penduduk Indonesia. Kebutuhan beras penduduk Indonesia diperkirakan 135 kilogram per kapita per tahun. Jumlah ini sangat tidak realistis karena di Jateng, umpamanya, kebutuhan beras sekitar 112 kilogram per kapita per tahun.

Provinsi yang memiliki angka kebutuhan beras agak besar, tutur Gatot, adalah Bali sekitar 130 kilogram per kapita per tahun. Gatot mengungkapkan, masyarakat Indonesia saat ini tengah menghadapi tren penurunan konsumsi beras. Hal ini antara lain disebabkan semakin beragamnya makanan selingan, mulai dari mi instan hingga gorengan. "Jadi, angka kebutuhan beras penduduk Indonesia yang dijadikan alasan pemerintah mengimpor beras harus dikoreksi. Produksi beras dalam negeri cukup kok," katanya.

Bahkan, menurut Gatot, sebuah keluarga di perkotaan Semarang rata-rata membutuhkan beras 25 kilogram per bulan. Jika satu keluarga beranggotakan empat orang, berarti setiap orang membutuhkan lima kilogram beras per bulan atau 60 kilogram per tahun.
Upaya mengurangi masuknya beras impor saat ini juga sudah diusulkan Perum Bulog. Direktur Utama Perum Bulog Widjanarko Puspoyo, Rabu lalu, mengatakan sudah mengusulkan kepada pemerintah agar menerapkan kebijakan buka tutup impor beras. Dengan usulan ini, Bulog mengharapkan impor beras ditunda hingga berakhirnya musim panen, September 2003

Benih impor

Selain membanjirnya beras impor, kata Gatot, Indonesia saat ini juga menghadapi masalah masuknya benih padi hibrida impor. Benih tersebut digembar-gemborkan sanggup mendongkrak produksi GKG petani hingga 9,8 ton per hektar setiap panen sehingga Indonesia tidak perlu mengimpor beras karena terjadi peningkatan produksi beras yang luar biasa.
Gatot mengkhawatirkan kebijakan itu menyebabkan masalah baru, yaitu ketergantungan petani Indonesia terhadap benih impor. "Ini akan menjadi persoalan baru yang pelik. Pemerintah jangan menerapkan kebijakan yang sifatnya tambal sulam," ucap Gatot. (ato)

Eksploitasi Aliran Sungai Citarum Harus Dihentikan

TEMPO Interaktif, Jakarta: 10 Juni 2004 22:01 WIB

"Eksploitasi Daerah Aliran Sungai Citarum harus dihentikan dan dilakukan pengelolaan yang terpadu dalam satu kesatuan," kata Tusy A. Adibroto, Direktur Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan di Gedung BPPT, Kamis(10/6). Menurut Tusy, DAS Citarum merupakan salah satu aliran sungai penting di Indonesia yang saat ini telah mengalami penurunan kualitas akibat tingginya beban pecemaran organik maupun non organik.

Sungai Citarum yang berasal dari Gunung Wayang di daerah Hulu hingga ujung Karawang, merupakan salah satu sungai yang mengalami kerusakan berat. Kini menjadi prioritas nasional untuk dilakukan perbaikan. Di aliran sungai ini menjadi sangat penting karena dilewati tiga waduk besar yaitu Cirata, Saguling, dan Jatiluhur. "Untuk itu kami akan melakukan strategi pengelolaan DAS," kata Tusy.Beberapa program kerja yang telah disiapkan BPPT, tambah Tusy, di antaranya pengembangan desa tepian sungai berbasis partisipasi masyarakat.

Penegembangan biomonitoring dan biofiltrasi limbah cair organik di Waduk Cirata pada 2004. Sedangkan pada 2005-2006 akan mendesain Kluster DAS Citarum dengan partisipasi seluruh stake holder untuk mengelola Citarum.DAS Citarum sendiri memiliki manfaat besar dalam pertanian, perkebunan, dan perikanan. Sumberdaya air DAS Citarum juga dimanfaatkan untuk masyarakat di luar aliran ini seperti DKI Jakarta sebagai sumber air minum termasuk juga pembangkdit listrik yang memasok Jawa dan Bali.Sedangkan menurut P. Nugro Rahardjo, BPPT sejak 2003 telah mulai berpartisipasi dalam memperbaiki DAS Citarum dengan dilakukan empat kegiatan, yaitu pengelolaan sumber daya air, pengelolaan sampah plastik di Desa Sukamukti, Ketapang, Kabupaten bandung, pengkajian pola pengembangan permukiman dan penyusunan konsep desa tepi sungai.Sementara itu, dalam pengelolan sampah plastik di Desa Sukamukti menurut Yusman telah menumbuhkan kesadaran masyarakat bahwa plastik dapat didaur ulang.

Petani Thailand Memang Dihargai di Negerinya

SESEKALI cobalah naik pesawat Thai Airways, maskapai penerbangan milik Thailand. Begitu masuk pesawat, kesan etnik Thailand langsung terasa. Sambutan awak pesawat yang menelungkupkan tangan di dada (seperti menyembah) menyambut setiap penumpang yang masuk.

Sambutan dengan bahasa Thai yang lebih kurang artinya selamat datang itu meluncur dari mulut para pramugari. Setelah itu lihatlah pakaian yang digunakan oleh para pramugari itu. Kain dari sutra yang notabene pasti diproduksi dari ulat sutra asal Negeri Gajah Putih itu sendiri.

Dari sini kita sudah bisa mengetahui kalau bisnis penerbangan mereka juga menghidupi petani-petani sutra yang ada di Thailand.Belum lagi bunga anggrek yang dikenakan pramugari dan juga yang diberikan kepada para penumpang, tidak sedikit petani anggrek yang mendapat pekerjaan dari dampak ikutan bisnis penerbangan ini.

Aspek promosi terhadap produk-produk pertanian Thailand begitu memancar dari berbagai atribut dan penampilan armada penerbangannya. Ketika makanan disajikan di dalam pesawat, jangan harap mendapat ayam panggang ala Amerika atau roti yang berbahan baku terigu atau apalah makanan Eropa lainnya. Bukan kue-kue berbahan baku terigu yang dominan disajikan di pesawat ini, tetapi ada jenang berbahan baku tepung beras dengan bagian atas yang diberi parutan kelapa berasa manis. Ada juga kue yang terbuat dari beras ketan dan di bagian atasnya diberi lapisan lembut dari tepung beras. Sayuran yang disajikan juga berasal dari lokal dengan ikan yang menggiurkan. Merunut asal produk-produk pertanian ini, maka makin banyak petani yang mendapat pasar dari bisnis penerbangan Thailand.

SOAL masuknya kue-kue tradisional di dalam pesawat, jangan dianggap kue-kue tersebut tidak dijamin kesehatannya. Kadang kita meremehkan dan berpikiran bahwa kue tradisional dibikin tanpa standar higienitas yang tinggi. Bila mengetahui perusahaan katering yang ada, kita akan mendapat jaminan keamanan pangan itu.

Mereka berani menjamin keamanan pangan karena sudah menggunakan standar ISO 9002 dan ISO 14002, Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP), dan Good Manufacturing Practises (GMP). Jaminan standar ini terpampang dengan jelas di badan alat pengangkut makanan.

Semua standar itu sudah diakui secara internasional. Mereka tidak main-main dengan jaminan
keamanan pangan itu karena harus menyediakan lebih dari 37.000 sajian tiap hari dengan pemakai sekitar 40 maskapai penerbangan.

Dengan standardisasi layanan pangan itu, maka dijamin penumpang tidak akan mulas- mulas setelah makan kue dan penganan tradisional lainnya di pesawat. Mereka berhasil menampilkan aneka kekayaan tradisional dalam standar internasional sehingga jerih payah petani sangat dihargai.

BILA kita masuk ke hotel di Bangkok, yang ada bukan buah-buahan impor. Pisang dan jeruk lokal berukuran kecil tersedia di meja. Mereka sangat percaya diri dengan penampilan lokal itu. Sementara di Indonesia jeruk lokal berukuran kecil diremehkan hingga kalah dengan jeruk impor yang besar dan berwarna kuning. Pisang pun di Indonesia banyak yang diimpor meski pisang lokal tidak kalah manisnya dengan pisang impor.

Restoran di Bangkok percaya diri dengan sajian lokal yang beraneka ragam. Berbagai makanan dengan ramuan bumbu rempah khas Thailand itu banyak yang sudah memasuki pasar internasional. Produk- produk petani mereka sudah pasti ikut go international juga. Untuk urusan petani, Thailand memang sangat menghargai jerih payah mereka. (MAR)

Source: Kompas Online - Selasa, 13 April 2004