<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d11637458\x26blogName\x3dGreen+Visions\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLACK\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://greenvisions.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://greenvisions.blogspot.com/\x26vt\x3d-8785138192905160848', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Wednesday, November 30, 2005

Survei: Petani Indonesia Boros Air

Gatra.com, Jakarta, 29 November 2005 15:40

PETANI di Indonesia masih terlalu boros dalam memanfaatkan irigasi yang sebenarnya dapat dihemat sehingga sumber air yang tersedia sebenarnya masih dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain seperti untuk air minum."

Namun untuk melakukan penghematan terlebih dahulu harus mengubah pola bercocok tanam dari petani yang selama ini merendam padi terlalu lama," kata Ketua Komite Nasional untuk International Commisssionon Irrigation and Drainage (ICID), Soenarno di Jakarta, Selasa (29/11).

Menurut Soenarno yang juga Mantan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah di masa Presiden Megawati Soekarnoputri, saat ini telah dikembangkan rekayasa teknologi untuk irigasi sehingga air dapat dihemat.Dia mengatakan, kebutuhan air untuk irigasi selama ini sangat besar mencapai 70 persen dari sumber air yang tersedia, sehingga apabila dapat dihemat maka air dapat dipergunakan keperluan lain.

Komisi ini didirikan 10 negara termasuk Indonesia, merupakan organisasi profesi yang saat ini fokusnya tidak sebatas kepada irigasi dan drainase, tetapi juga pengendalian banjir dan pengadaan air baku untuk keperluan air minum.

Menurut Soenarno, berdasarkan temuan sebenarnya irigasi dapat dihemat dari selama ini 10.000-12.000 meter kubik air per hektar untuk satu kali panen, menjadi 8.000-10.000 meter kubik saja.Langkah penghematan dapat dilakukan saat pendistribusian air dari sumbernya melalui berbagai rekayasa teknologi diantaranya alur saluran, penguapan, dan berbagai teknik lainnya yang sebenarnya dapat dihemat sangat besar.

Berdasarkan hasil kajian dengan teknologi yang dikembangkan saat ini, air dapat dihemat yang selama ini 1-1,5 liter per detik, menjadi 0,8-1 liter per detik. Apabila pemerintah dapat memberikan perhatian kepada Persatuan Petani Pengguna Air (P3A) maka upaya penghematan dapat dilakukan."Tidak tertutup kemungkinan pada tahun 2010-2015 mendatang teknologi ini sudah dapat dimanfaatkan pada seluruh saluran irigasi di Indonesia," ucapnya.

Sementara itu Sekjen Departemen PU, Roestam Sjarief saat membuka kongres Komite Nasional ICID mengatakan, perlunya diperhatikan terjadinya alih fungsi lahan pertanian, bencana banjir, disamping turunnya kualitas irigasi.Sehingga boleh dibilang kondisi pangan nasional masih sangat rawan. Hal ini ditambah lagi biaya Operasi dan Pemeliharaan irigasi yang masih sangat rendah sehingga kemampuan saat ini yang baru 6,7 juta hektar masih harus ditingkatkan kinerjanya.

Kendala lain kelembagaaan petani dan kelangkaan permodalan di perdesaan, disisi lain daya beli masyarakat yang rendah mengakibatkan nilai tukar hasil produksi terus menurun yang akhirnya menimbulkan kemiskinan dan tingkat pengangguran. "Ini harus ditanggulangi karena akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan kerja bagi 25,6 juta petani," ucapnya. [Dh, Ant]

Monday, November 21, 2005

Menyakiti Petani

Oleh: Didik J Rachbini

(Suara Merdeka Online, Senin 21 November 2005)

KEBIJAKAN impor beras oleh Departemen Perdagangan akhirnya diputuskan juga. Kebijakan itu memicu kontroversi, karena petani dirugikan. Meskipun demikian, Menteri Perdagangan telah mengeluarkan surat izin impor beras awal November lalu. Surat izin impor itu berdasarkan pada hasil rapat koordinasi terbatas kabinet.

Harga beras kualitas medium dianggap telah melampaui batas maksimum, karena mencapai harga Rp 3.560 per kg dengan stok 950.000 ton. Jika harga beras medium telah melampaui Rp 3.500 per kg dengan stok di bawah 1 juta ton, maka keran impor beras perlu dibuka.
Inilah alasan formal dari Menteri Perdagangan dalam pelaksanaan impor akhir tahun ini. Patokan harga tersebut dibaca dengan sangat kaku, padahal secara realistis tidak ada gejolak harga dan stok beras yang kritis.

Keputusan ini menimbulkan keberatan berbagai pihak, bahkan kalangan petani dan organisasi afiliasinya menentang keras kebijakan tersebut. Tetapi di balik keputusan tersebut sesungguhnya terselip kepentingan kelompok kecil yang kuat dan bertentangan dari kepentingan petani yang lebih luas. Kebijakan impor beras tanpa ada hal yang kritis pada persediaan beras menimbulkan dampak yang berat bagi petani.

Masukan dan keberatan banyak pihak dalam rangka menjaga kepentingan petani diabaikan, sehingga pemerintah lebih memenangkan kepentingan di luar petani. Pada saat ini pengaruh kelompok kepentingan di balik kebijakan tersebut terasa sangat kuat, bahkan cenderung mengalahkan kepentingan petani.

Seperti biasanya, kelompok pemilik modal dan pemburu rente ekonomi sudah bercokol belasan tahun mengitari bisnis dengan lisensi ini. Eksistensinya telah berakar kuat dan punya pengaruh yang dalam terhadap birokrasi, pemerintah, dan parlemen. Maklum, bisnis ini sangat manis, karena jumlah rente ekonominya sangat besar dengan sifat bisnis tanpa risiko.
Karena itu, sangat mudah ditebak, kepentingan yang luas dalam hal ini kepentingan petani mudah dikalahkan oleh kepentingan sekelompok kecil pemburu rente ekonomi. Dan ini membuat petani tersudut.
***

Sebenarnya alasan mengenai harga dan stok di lapangan masih kontroversial. Pihak Dewan Ketahanan Pangan Departemen Perdagangan dan Departemen Pertanian masih berbeda-beda dalam menyampaikan data ini. Bahkan, data di lapangan menyebutkan, harga masih berkisar Rp 3.000 - Rp 3.300 dengan stok beras di pasar masih 1,6 juta ton.

Pihak pemerintah masih berbeda pandangan, dalam hal ini karena Dewan Ketahanan Pangan yang hendak membela petani ditabrak dengan desakan kelompok kepentingan untuk memburu rente ekonomi. Pihak pemerintah lain tidak bisa mengelak, karena tekanan kelompok kepentingan ini kuat. Tetapi kepentingan modal ini bertabrakan dengan kepentingan petani.
Kebijakan impor beras ini dianggap kontroversial. Kini sudah memunculkan reaksi dari berbagai kalangan, terutama dari kalangan petani yang langsung menerima dampaknya. Anggota DPR hingga kalangan akademisi yang meminta Presiden untuk segera membatalkan impor beras tersebut.
***

Isu tentang impor beras selalu menjadi hal yang sangat sensitif, terutama bagi petani dan juga kalangan lainnya yang berafiliasi dengan petani. Perilaku harga juga sensitif dan mempunyai kecenderungan menurun ketika ada wacana impor beras. Ketika impor dilaksanakan, kecenderungan penurunan harga akan lebih besar sehingga akan mempunyai dampak langsung kepada petani dalam hal pendapatan dan kesejahteraannya.

Jika ada tekanan impor beras, maka tidak mungkin para petani bisa menikmati pendapatan yang memadai. Justru pada saat sekarang seharusnya pemerintah memberikan kesempatan kepada petani untuk menikmati harga yang baik sehingga berdampak positif pada penerimaan dan kesejahteraannya.

Pemerintah lebih baik bersikap hati-hati dalam mengambil kebijakan impor beras, walaupun dengan alasan untuk mengamankan stok beras. Pemerintah tidak bisa gegabah mengambil keputusan formal dalam mengizinkan impor, ketika tidak ada masalah yang krusial dalam ketersediaan beras nasional. Yang terjadi adalah harga yang relatif lebih tinggi sehingga petani merasakan betul manfaatnya.

Pada saat ini masalah impor beras masih menjadi kontroversi antara Dewan Ketahanan Pangan dan Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan. Ini menandakan, masih ada agenda tersembunyi dari Menteri Perdagangan dalam impor beras ini, yang cenderung berpihak pada kepentingan modal dan pemburu rente yang sudah hidup lama di lingkaran bisnis ini. Kepentingan petani diabaikan sama sekali.

Indonesia sebenarnya tidak mengalami krisis krusial pada suplai beras saat ini. Bahkan, masih bisa kita lihat bahwa harga itu masih normal sekitar Rp 3.500-3.600. Angka ini tidak terlalu tinggi bagi masyarakat, di sisi lain bagi petani sudah merupakan keberuntungan yang cukup menggembirakan.(14t)

- Penulis adalah anggota DPR RI dan pengamat ekonomi.