<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d11637458\x26blogName\x3dGreen+Visions\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLACK\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://greenvisions.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://greenvisions.blogspot.com/\x26vt\x3d-8785138192905160848', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Monday, November 21, 2005

Menyakiti Petani

Oleh: Didik J Rachbini

(Suara Merdeka Online, Senin 21 November 2005)

KEBIJAKAN impor beras oleh Departemen Perdagangan akhirnya diputuskan juga. Kebijakan itu memicu kontroversi, karena petani dirugikan. Meskipun demikian, Menteri Perdagangan telah mengeluarkan surat izin impor beras awal November lalu. Surat izin impor itu berdasarkan pada hasil rapat koordinasi terbatas kabinet.

Harga beras kualitas medium dianggap telah melampaui batas maksimum, karena mencapai harga Rp 3.560 per kg dengan stok 950.000 ton. Jika harga beras medium telah melampaui Rp 3.500 per kg dengan stok di bawah 1 juta ton, maka keran impor beras perlu dibuka.
Inilah alasan formal dari Menteri Perdagangan dalam pelaksanaan impor akhir tahun ini. Patokan harga tersebut dibaca dengan sangat kaku, padahal secara realistis tidak ada gejolak harga dan stok beras yang kritis.

Keputusan ini menimbulkan keberatan berbagai pihak, bahkan kalangan petani dan organisasi afiliasinya menentang keras kebijakan tersebut. Tetapi di balik keputusan tersebut sesungguhnya terselip kepentingan kelompok kecil yang kuat dan bertentangan dari kepentingan petani yang lebih luas. Kebijakan impor beras tanpa ada hal yang kritis pada persediaan beras menimbulkan dampak yang berat bagi petani.

Masukan dan keberatan banyak pihak dalam rangka menjaga kepentingan petani diabaikan, sehingga pemerintah lebih memenangkan kepentingan di luar petani. Pada saat ini pengaruh kelompok kepentingan di balik kebijakan tersebut terasa sangat kuat, bahkan cenderung mengalahkan kepentingan petani.

Seperti biasanya, kelompok pemilik modal dan pemburu rente ekonomi sudah bercokol belasan tahun mengitari bisnis dengan lisensi ini. Eksistensinya telah berakar kuat dan punya pengaruh yang dalam terhadap birokrasi, pemerintah, dan parlemen. Maklum, bisnis ini sangat manis, karena jumlah rente ekonominya sangat besar dengan sifat bisnis tanpa risiko.
Karena itu, sangat mudah ditebak, kepentingan yang luas dalam hal ini kepentingan petani mudah dikalahkan oleh kepentingan sekelompok kecil pemburu rente ekonomi. Dan ini membuat petani tersudut.
***

Sebenarnya alasan mengenai harga dan stok di lapangan masih kontroversial. Pihak Dewan Ketahanan Pangan Departemen Perdagangan dan Departemen Pertanian masih berbeda-beda dalam menyampaikan data ini. Bahkan, data di lapangan menyebutkan, harga masih berkisar Rp 3.000 - Rp 3.300 dengan stok beras di pasar masih 1,6 juta ton.

Pihak pemerintah masih berbeda pandangan, dalam hal ini karena Dewan Ketahanan Pangan yang hendak membela petani ditabrak dengan desakan kelompok kepentingan untuk memburu rente ekonomi. Pihak pemerintah lain tidak bisa mengelak, karena tekanan kelompok kepentingan ini kuat. Tetapi kepentingan modal ini bertabrakan dengan kepentingan petani.
Kebijakan impor beras ini dianggap kontroversial. Kini sudah memunculkan reaksi dari berbagai kalangan, terutama dari kalangan petani yang langsung menerima dampaknya. Anggota DPR hingga kalangan akademisi yang meminta Presiden untuk segera membatalkan impor beras tersebut.
***

Isu tentang impor beras selalu menjadi hal yang sangat sensitif, terutama bagi petani dan juga kalangan lainnya yang berafiliasi dengan petani. Perilaku harga juga sensitif dan mempunyai kecenderungan menurun ketika ada wacana impor beras. Ketika impor dilaksanakan, kecenderungan penurunan harga akan lebih besar sehingga akan mempunyai dampak langsung kepada petani dalam hal pendapatan dan kesejahteraannya.

Jika ada tekanan impor beras, maka tidak mungkin para petani bisa menikmati pendapatan yang memadai. Justru pada saat sekarang seharusnya pemerintah memberikan kesempatan kepada petani untuk menikmati harga yang baik sehingga berdampak positif pada penerimaan dan kesejahteraannya.

Pemerintah lebih baik bersikap hati-hati dalam mengambil kebijakan impor beras, walaupun dengan alasan untuk mengamankan stok beras. Pemerintah tidak bisa gegabah mengambil keputusan formal dalam mengizinkan impor, ketika tidak ada masalah yang krusial dalam ketersediaan beras nasional. Yang terjadi adalah harga yang relatif lebih tinggi sehingga petani merasakan betul manfaatnya.

Pada saat ini masalah impor beras masih menjadi kontroversi antara Dewan Ketahanan Pangan dan Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan. Ini menandakan, masih ada agenda tersembunyi dari Menteri Perdagangan dalam impor beras ini, yang cenderung berpihak pada kepentingan modal dan pemburu rente yang sudah hidup lama di lingkaran bisnis ini. Kepentingan petani diabaikan sama sekali.

Indonesia sebenarnya tidak mengalami krisis krusial pada suplai beras saat ini. Bahkan, masih bisa kita lihat bahwa harga itu masih normal sekitar Rp 3.500-3.600. Angka ini tidak terlalu tinggi bagi masyarakat, di sisi lain bagi petani sudah merupakan keberuntungan yang cukup menggembirakan.(14t)

- Penulis adalah anggota DPR RI dan pengamat ekonomi.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home